Minggu, 26 Juli 2020

Koidlah Kau Segera


Aku tidak tahu mesti bagaimana
Keluar salah
Nggak keluar kalah
Hidup makin ruwet
Anak anak dan istri bisa stress
Nggak  kemana-mana

“Pakai masker!”
“Apa?” teriak si bungsu
“Covid!” pekikku
“Bosan!” balas si sulung
“Kopad kopid kopad kopid,” litani si sulung dan si bungsu
 trus nggeblas mengayuh sepeda

Aku tidak  tahu mesti harus bagaimana
Mesti harus bagaimana
“Kang?!” tanya istriku keras
“Apa?” balasku tidak sekeras si bungsu
“Besok sudah harus bayar!”

Duh. Ingatanku pada
bayar ini bayar itu yang minta segera dituntaskan
yang tak mungkin cukup dilunaskan oleh BLT, Bansos dan Ban Bekas
aku mesti keluar
mesti
kopad kopid kopad kopid
koidlah kau segera


Tangerang, 23 Juli 2020

Kamis, 23 Juli 2020

Rahayu


Kita telah berjanji 
Demi  satu puisi:
Padi dan Kapas
Angin menderu
Bintang menerang
Hilangkan ragu
                                                                               
Pandemi covid-19 datang
rencana berantakan
Manusia menjadi sunyi
Bukan di rumah Tuhan atau  Hantu Setan
Dalam diri sendiri yang fana
Dunia menjadi penjara dan penuh ancaman:
Akankah kita menulis puisi dari dalam penjara?

Ya!
Agar mati tak menjadi asa
Sementara  nenek moyang menari-nari dalam ingatan:
Di sini,  tugu kemenangan ditegakkan
Dalam api yang menyala,  Lingga  Yoni bersatu
Pageblug digebuk
Enyah kau!
Atau kupukul kau dengan gigi petir?!

Lalu dengan  Kakawin dan Kidung, Mantra-Mantra
Wabah  dikalahkan
Begitulah juga saat Maut Hitam melanda dunia
Bumi Nusantara selamat
Rahayu!


Kita telah berjanji bikin puisi perlawanan dan pembebasan
Di  dalam kegelapan katanya masih ada puisi
Ya puisi kegelapan
Duniaku gelap tiba-tiba
 Aku sesak nafas, batuk-batuk dan demam
Aku tak lagi doyan makan
Menelan sakit karena
Apa kabarmu di sana?

Aku ingin menulis puisi kegelapan
Kirimkan padaku
Puisi-puisi perlawanan
Agar aku bisa melantangkan
Lagu pembebasan rakyat
Rahayu!


Tangerang, 22 Mei 2020

Jumat, 10 Juli 2020

Dua puisi Sugiarti Siswadi: berani dan membebaskan...

Sugiarti Siswadi (SS) barangkali bukanlah pengarang dan penyair perempuan Indonesia yang cukup dikenal di Indonesia di antara deretan pengarang-pengarang perempuan yang cukup popular seperti N.H. Dini, Titie Said, S. Tjahjaningsih, Titis Basino, Erni Siswati Hutomo, Enny Sumargo, Mira W pun bahkan yang dikenal sebagai penyair perempuan seperti Isma Sawitri, Dwiarti Mardjono, Susy Aminah Aziz, Bipsy Soenharjo, Toeti Heeraty Noerhadi, Rita Oetoro…dan lebih makin tenggelam di antara deretan pengarang perempuan pasca kejatuhan Orde Baru yang anti demokrasi tahun 1998. Sebut saja: Ayu Utami, Linda Christanty, Jenar Maesa Ayu... Padahal SS merupakan salah satu penyair perempuan Lembaga Kebudayaan Rakyat (LEKRA) yang cukup penting, barangkali bahkan penting yang masih hidup sampai tahun 1980-an awal dan menjadi pejuang yang disingkirkan rezim Orde Baru sebagaimana banyak pejuang dari sisi Kiri yang disingkirkan dan dibunuh pasca Peristiwa G 30 S 1965.

SS juga merupakan anggota Lembaga Sastra Indonesia (LSI) bersama dengan Rivai Apin, Bakri Siregar, Pramoedya Ananta Toer, Utuy Tatang Sontani, S. Rukiah...

Kumpulan cerpennya yang popular pada masa pergolakan anti imperialisme yang diserukan Bung Karno adalah "Surga di bumi: kumpulan tjerpen" (Lekra, 1960). Dari judulnya saja orang akan ingat syair Heinrich Heine, seorang Hegelian Kiri, yang diterjemahkan Yusuf Wibisono sehabis lawatannya ke negeri Russia, Uni Soviet (baca juga: Jusuf Wibisono, Bertamasya di Belakang Tabir Besi, Bulan Bintang, Jakarta, cetakan II 1981;96)

Sudah di sini di dunia ini
Kita mau ciptakan Sorga
Kita mau bahagia di Dunia
Ta' mau hidup kekurangan
Perut yang malas ta' boleh boroskan
Apa didapat tangan yang rajin
Makanan cukup tumbuh di Dunia
Buat semua anak Manusia
Mawar dan Mirthe, keindahan
Kesenangan.
Juga beras tiada kurang

Kumpulan cerpen ini tidak masuk dalam Leksikon Susastra Indonesia (BP, 2000) yang disusun Korrie Layun Rampan tetapi masuk dalam "Bibliografi karya sastra Indonesia dalam majalah : "drama, prosa, puisi" Ernst Ulrich Kratz (UGM, 1988).

Walau Sugiarti Siswadi sering menulis di majalah Api Kartini terbitan Gerakan Wanita Indonesia, Gerwani, ia sendiri tak pernah masuk menjadi anggota Gerwani. Sugiarti Siswadi dilahirkan di Solo; meninggal di Yogyakarta tahun 1983.

Di antara berbagai karya prosa dan puisi barangkali, dua puisinya yang pantas dibaca sampai kini adalah Kebebasan dan Wanita. Kebebasan bahkan sudah diterjemahkan dalam beberapa bahasa asing di antaranya dimuat dalam Boletín RESISTENCIA No. 40 Julio 2003 RED DE RESISTENCIA A LAS ACTIVIDADES PETROLERAS EN LOS TRÓPICOS - OILWATCH

LIBERTAD!

La libertad ha cambiado la faz de la tierra
Maneja la mente, el corazón y la persona
Disipa la neblina por sobre las montañas, los valles
Las playas, los campos, las fábricas y las ciudades
Y nuestros corazones de mujeres

Ahora! nunca más!
Daremos a luz a esclavos, soldados.
Nosotras somos los soldados, oficiales,
No solamente esposas.
También somos dueñas de nuestro destino.

Cuando las fortalezas del tiempo son destruidas
Y la libertad se yergue orgullosa en nuestra tierra
Nunca más tendremos que cavar nuestras tumbas
Rezar o llorar por nuestros muertos
Debemos ser parte de las tropas más destacadas.

Atau terjemahan dalam Bahasa Perancis:

LIBERTE !

La liberté a changé la face de la terre
Elle dirige l’esprit, le coeur et la personne
Elle dissipe le brouillard des montagnes, des vallées
Les plages, les champs, les fabriques et les villes
Et nos coeurs de femmes.

Aujourd’hui ! Plus jamais !
Nous donnerons naissance à des esclaves, des soldats.
Nous sommes les soldats, officiers,
Pas seulement des épouses.
Nous sommes aussi les propriétaires de notre destin.

Lorsque les forteresses du temps sont détruites
Et la liberté se dresse orgueilleuse sur notre terre
Nous ne devrons plus jamais creuser nos tombes
Nous ferons partie des troupes les plus remarquées.


Kebebasan telah mengubah wadjah dunia
Diradjainja otak, hati dan kepribadian
Disingkapnja kabut digunung, dilembah, dipantai,
diladang, dipabrik, dikota-kota
Dan dihati kami, wanita.

Kini kami bukan lagi
Hanja melahirkan pradjurit pekerdja
Kami adalah pradjurit pekerdja
Bukan lagi hanja isteri pahlawan rakjat
Kami adalah pahlawan rakjat.

Dan djika nanti benteng zaman tua sudah hantjur
Perkasa berdiri kubu pekerdja dipersada Tanahairku
Kami bukan lagi hanja penabur bunga
Membatja doa dan meratapi kehilangan
Kami adalah sebagian anggota pasukan jang terdepan

31 mei 1958



WANITA

Kami bukan lagi bunga pajangan
yang layu dalam jambangan
Cantik dalam menurut
indah dalam menyerah
molek tidak menentang
ke neraka mesti mengikut
ke sorga hanya menumpang
Kami bukan juga bunga tercampak
dalam hidup terinjak-injak
penjual keringat murah
buruh separo harga
tiada perlindungan
tiada persamaan,
sarat dimuati beban
Kami telah berseru dari balik dinding pingitan
dari dendam pemaduan
dari perdagangan di lorong malam
dari kesumat kawin paksaan :
« Kami manusia ».

Jelas, tanpa kata yang rumit, SS menunjukkan pada kita tentang sikap dan keberanian dalam memperjuangkan kebebasan wanita yang dalam masa pasca kemerdekaan 1945 masih banyak dibelenggu oleh kebudayaan patriarkhi sebagaimana yang telah juga dilawan Kartini, putri Jepara : “Kami telah berseru dari balik dinding pingitan…Walau begitu SS tetap waspada terhadap bahaya imperialisme yang mulai menggerogoti kemerdekaan Rakyat Indonesia dan siap sebagai prajurit tempur: “Kami adalah sebagian anggota pasukan jang terdepan…

*ditulis dari beberapa sumber


Jakarta, 24 Februari 2009


https://www.facebook.com/notes/antun-joko-susmana/dua-puisi-sugiarti-siswadi-berani-dan-membebaskan/73649889444